Lemah Gemulai Tarian di dasar Laut Pulau Alor
Alor, Surga Dunia
di Indonesia
Alor adalah
sebuah pulau yang terletak di ujung timur Kepulauan Nusa Tenggara. Luas
wilayahnya 2.119 km², dan titik tertingginya 1.839 m. Pulau ini dibatasi
oleh Laut Flores dan Laut Banda di sebelah
utara, Selat Ombai di selatan (memisahkan dengan Pulau Timor),
serta Selat Pantar di barat (memisahkan dengan Pulau Pantar.
Pulau Alor adalah satu dari 92 pulau terluar Indonesia karena
berbatasan langsung dengan Timor Leste di sebelah selatan. Pulau
Alor merupakan salah satu dari dua pulau utama di Kabupaten Alor,
Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
![]() |
Keindahan Pulau Alor ilustrasi: https://traveltodayindonesia.com/ |
Selain memiliki keindahan Alam yang dapat dilihat secara langsung didaratan dan
dipantai, Pulau Alor juga memiliki keindahan Alam dibawah laut berupa ikan-ikan langka nan
indah serta karang dan tumbuhan-tumbuhan laut yang begitu mempesona. Salah satu jenis flora yang dapat kita temukan di dasar lautnya yaitu berupa tumbuhan "lamun".
![]() |
Jajaran Lamun di Dasar Laut
ilustrasi: https://www.gurugeografi.id/
|
Lamun tumbuh berkawanan dan biasa menempati
perairan laut hangat dangkal dan menghubungkan ekosistem
mangrove dengan terumbu karang. Wilayah perairan laut yang ditumbuhi
lamun disebut padang lamun, dan dapat menjadi suatu ekosistem tersendiri
yang khas.
![]() |
Thalassia Hemprichii ilustrasi: https://species.wikimedia.org/wiki/Thalassia_hemprichii |
Sebagai herbivora, dugong sangat tergantung pada kehadiran lamun sebagai pakan alami dan kondisi laut yang sehat. Dugong mengkonsumsi sekitar 28-40 kg lamun tiap hari sebagai makanan utama secara normal, namun beberapa peneliti memiliki pandangan bahwa dugong secara tidak sengaja memakan invertebrate (Preen,1995). Hilangnya padang lamun merupakan ancaman utama bagi dugong.
Fakta Seputar Duyung (Dugong)
1. Duyung
(Dugong dugon) merupakan satu dari 35 jenis mamalia laut
yang dijumpai tersebar di perairan Indonesia.
2. Meskipun bertubuh besar dengan bobot mencapai 600 kg,
satwa laut menyusui ini memiliki perilaku yang ramah dan hidup berasosiasi
secara khusus dengan ekosistem lamun sebagai habitat pakannya.
3. Duyung memiliki ancaman kehidupan yang begitu
kompleks. Secara alami duyung memiliki reproduksi yang lambat karena duyung
membutuhkan waktu 10 tahun untuk menjadi dewasa dan memerlukan waktu 14 bulan
untuk melahirkan satu individu baru.
4. Berdasarkan
analisis jejak makan yang dilakukan pada habitat makan duyung di padang lamun,
panjang rata-rata jejak yang didapatkan, yaitu 80-100 cm, sedangkan lebarnya
15-20 cm.
Dimana saja tempat hidup dugong?
Padang lamun merupakan kawasan strategis bagi tempat
hidup/habitat dugong, dan ditemukan di beberapa tempat di Indonesia Tengah dan
Timur antara lain di Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, hingga Papua.
Beberapa tempat di Sulawesi Utara seperti di Mantehage, Nain, Blongko dan
Bunaken memiliki beberapa jenis lamun.
Jenis lamun meliputi Thalassia
hemprichii, Halophila ovalis dan Cymodocea sp., Enhalus acoroides (Marsh et al., 2002). Observasi dan
hasi interview terkini oleh penulis memperkuat indikasi bahwa dugong menggemari
perairan sepanjang kepulauan di Bunaken, Minasa Utara, hingga Kepulauan Siau
dan Kepulauan Sangihe.
Bisa jadi, rangkaian pulau-pulau di Nusa Utara ini berperan sebagai “koridor migrasi” antara Kawasan Wallacea dengan Kepulauan Filipina. Sehingga, keberadaan lamun di kepulauan ini menjadi bermakna signifikan bagi keberlangsungan hidup dugong dan proses migrasinya. Walaupun, asumsi ini masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.
Bisa jadi, rangkaian pulau-pulau di Nusa Utara ini berperan sebagai “koridor migrasi” antara Kawasan Wallacea dengan Kepulauan Filipina. Sehingga, keberadaan lamun di kepulauan ini menjadi bermakna signifikan bagi keberlangsungan hidup dugong dan proses migrasinya. Walaupun, asumsi ini masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.
Beberapa peneliti melaporkan adanya
temuan dugong di wilayah Indonesia Tengah, seperti di Bali, dijumpai oleh
surfer di wilayah pantai Uluwatu, serta Bukit Peninsular.
Hubungan antara duyung dan lamun termasuk ke
dalam simbiosis mutualisme. Duyung memakan lamun dan mengontrol sebarannya,
sekaligus memperlancar siklus nutrien pada habitat lamun. Sedangkan lamun
memanfaatkan kotoran duyung untuk perkembangannya.
Ancaman Kehidupan Bagi Si Mamalia Laut, Dugong
Walaupun pada umumnya dogong tidak diburu karena asosiasinya
dengan legenda duyung, beberapa kasus perburuan telah dilaporkan atau diamati.
Ada informasi bahwa dugong ditangkap dan di manfaatkan oleh masyarakat untuk di
konsumsi (De Iongh dan Persoon, 1991; Hendrokusumo dkk., 1976). Selain itu, penggunaan alat
tangkap perikanan di habitat dugong agaknya juga berperan dalam kondisi ini.
Dugong yang terperangkap oleh jaring atau sero (alat tangkap pasif yang biasa dipasang nelayan di
daerah pasang surut berpasir / berlumpur) sebagai bycatch mungkin saja mati tenggelam akibat ketidaktahuan si
nelayan pemasang alat tangkap.
Secara internasional, International Union for Conservation of
Nature (IUCN) telah mengkategorikan Dugong dalam kondisi
teracam punah, dan Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora (CITES) telah memasukkannya dalam Appendix I,
yang berarti melarang perdagangan seluruh barang-barang produksi yang
dihasilkan dari bagian-bagian tubuh hewan ini.
Sebenarnya
Pemerintah Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap Dugong, seperti
diterbitkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1999 tentang Konservasi Flora dan
Fauna; Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan
Ekosistemnya; Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan lain-lain. Namun kadang pelaku penangkapan
Dugong ini masih banyak yang belum mengetahui bahwa Dugong merupakan biota yang
dilindungi, karena kurangnya sosialisasi. Selain itu juga karena kurang
tegasnya hukum di lapangan.
![]() |
Dugong yang mati dan dipotong oleh warga
ilustrasi: https://www.mongabay.co.id/
|
Melestarikan Lamun Sebagai Langkah
Pelestarian Dugong
Populasi duyung sangat bergantung pada lamun
sebagai habitat dan sumber pakan. Sedangkan lamun, sekali hancur maka
kapasitasnya untuk pulih terbatas dan lambat, dan sebagian besar tergantung
pada kedatangan benih atau bibit. Kerusakan itu bisa memakan waktu puluhan
tahun untuk diperbaiki. Kehancuran lamun pun akan menyebabkan karbondioksida
yang diambil dan disimpan di tanah dan biomassa mereka (melalui
biosequestration), dilepaskan kembali ke atmosfer. Emisi karbon tersebut
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Namun, berbeda dengan hutan
yang menyimpan karbon selama sekitar 60 tahun sebelum melepaskan sebagian besar
dari itu, padang lamun sering menyimpan karbon selama ribuan tahun sampai
mereka terganggu. Sebagai konsekuensi lain dari terganggu/matinya lamun,
pertumbuhan alga dan plankton juga akan meningkat.
Oleh karena itu, agar padang lamun bisa dipulihkan
lebih cepat, kita bisa menaburkan benih atau menanam bibit secara manual. Bisa
juga dengan mencangkokkan spesies yang lebih tahan banting dari daerah lain
(Theguardian.com). Atau dengan melakukan transplantasi lamun.
Karena perkembangan lamun tidak selalu dapat dilihat dengan mata telanjang, dibutuhkan suatu metode agar bisa mengetahui kondisinya. Profesor Marianne Holmer, dari Departemen Biologi di University of Southern Denmark, telah mempelajari ekologi dan biogeokimia lamun di ekosistem beriklim tropis selama bertahun-tahun. Bersama dengan Kieryn Kilminster dari Departemen Air di Australia Barat, ia kini telah mengembangkan teknik yang dapat mendeteksi apakah kondisi sedimen merupakan masalah bagi lamun. Caranya, sepotong kecil jaringan tanaman lamun dibawa ke laboratorium. Kemudian dianalisis dengan spektrometer massa, mengandung belerang atau tidak. Jika mengandung belerang, berarti tanaman telah menyerap sulfida dari dasar laut. Sulfida tersebut dibentuk oleh bakteri pereduksi sulfat. Mereka muncul ketika oksigen menghilang dari dasar laut. Artinya, dasar laut tersebut bukan lingkungan yang sehat untuk lamun.
Karena perkembangan lamun tidak selalu dapat dilihat dengan mata telanjang, dibutuhkan suatu metode agar bisa mengetahui kondisinya. Profesor Marianne Holmer, dari Departemen Biologi di University of Southern Denmark, telah mempelajari ekologi dan biogeokimia lamun di ekosistem beriklim tropis selama bertahun-tahun. Bersama dengan Kieryn Kilminster dari Departemen Air di Australia Barat, ia kini telah mengembangkan teknik yang dapat mendeteksi apakah kondisi sedimen merupakan masalah bagi lamun. Caranya, sepotong kecil jaringan tanaman lamun dibawa ke laboratorium. Kemudian dianalisis dengan spektrometer massa, mengandung belerang atau tidak. Jika mengandung belerang, berarti tanaman telah menyerap sulfida dari dasar laut. Sulfida tersebut dibentuk oleh bakteri pereduksi sulfat. Mereka muncul ketika oksigen menghilang dari dasar laut. Artinya, dasar laut tersebut bukan lingkungan yang sehat untuk lamun.
Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, kita sudah sepantasnya bersyukur dengan keadaan alam yang telah Tuhan ciptakan untuk kita. Sumber daya alam yang ada baik nabati maupun hewani merupakan anugerah yang diberikan-Nya yang tak terhingga. Namun, kita tetap memiliki kewajiban untuk senantiasa menjaga dan melestarikan alam yang selalu menyediakan segala kebutuhan pada kita.
“There is a
sufficiency in the world for man’s need but not for man’s greed.” — Mohandas K.
Gandhi
DAFTAR PUSTAKA
https://bluecarbonconsortium.org/portfolio-archive/lamun-di-indonesia/
https://www.mongabay.co.id/2015/04/26/duyung-mamalia-laut-yang-perlu-perhatian/
https://www.cerahdanmencerahkan.com/2018/04/lestarikan-duyung-dan-padang-lamun-demi.html
https://species.wikimedia.org/wiki/Thalassia_hemprichii
http://www.gurugeografi.id/2017/03/ekosistem-padang-lamun-dan.html https://www.cerahdanmencerahkan.com/2018/04/lestarikan-duyung-dan-padang-lamun-demi.html
https://species.wikimedia.org/wiki/Thalassia_hemprichii
https://www.mongabay.co.id/2017/09/30/dugong-ditemukan-mati-dan-dipotong-potong-di-sungai-sempur-rupat-riau/
https://www.mongabay.co.id/2017/09/30/dugong-ditemukan-mati-dan-dipotong-potong-di-sungai-sempur-rupat-riau/
Komentar
Posting Komentar